Oleh : Eni Setyowati
Pak
Jay, engkau manusia inspirator. Engkau selalu menjadikan sesuatu di sekitarmu
untuk engkau tebar menjadi sebuah ide untuk mengasah kepekaan nalar, hati dan
imajinasi para peserta “ Belajar Menulis Online. Sekali lagi terima kasih,
harus selalu kuucapkan untukmu, Pak Jay, guru blogger ternama di Indonesia ,
motivator, dan segudang prestasi dan karya baktimu untuk mencerdaskan negeri
dan bangsamu.
Kini
akan kuabadikan kisah tentang uang . Aku jadi teringat beberapa bulan yang
lalu. Menjelang akhir tahun 2019 , aku dapat undangan via WA dari Dinas Kebudayaan DIY ( Kundha Kabudayan ). Isinya
mengharapkan kehadiran pada semua peserta lomba menulis puisi / geguritan (
puisi berbahasa Jawa) pada Acara Temu
Sastra 2019 yang diadakan di Hotel Neo Awana Yogyakarta.
Pada
acara tersebut, diadakan pertemuan antara penulis-penulis naskah yang karyanya masuk nominasi dan dibukukan dalam sebuah buku Antologi Sastra dan Budaya Jawa.
Alhamdulillah, dari dua buah puisi / geguritan yang kukirim, masuk nominasi.
Dan Alhamdulillah, selain mendapatkan buku antologinya juga mendapatkan kenangan
berupa kaos, tas, menginap di hotel, uang transport, dan tentu saja uang jerih
payah untuk menghargai jasa penulis-penulis naskah yang sudah ikut
berpartisipasi. Kegiatan tersebut dibiayai dengan dana keistimewaan DIY.
Dinas Kebudayaan DIY dalam upaya menggairahkan
para pecinta sastra dan budaya Jawa terutama untuk kaum muda agar semangat dalam
berkarya menggoreskan pena. Kegiatan tersebut juga untuk melestarikan
budaya-budaya jawa karena Yogyakarta merupakan kota budaya, maka Dinas
Kebudayaan mengadakan kegiatan tersebut.
Kegiatan
Temu Sastra selesai pada hari kedua sesuai dengan jadwal yang telah dibagikan. Pihak panitia pada acara penutupan mengumumkan agar semua peserta
sebelum pulang menandatangi presensi dulu untuk penerimaan hadiah . Tiba giliranku untuk tanda tangan. Aku
mendapatkan dua buah amplop, yang satu transport yang satu honor penulisan, sebuah tas dari kain yang berisi 3 buah buku antologi, kaos, alat tulis.
Seratus ribu untuk satu
guritku,” bisikku dalam hati sambil tersenyum penuh impi. Ketika kuintip
tulisan diamplop yang bertuliskan honor penulisan. Dan hasil jerih payah
tulisanku sebagian akan kuberikan ibuku. Seorang wanita yang sudah berpayah-payah
dengan sepenuh jiwa dan raga melahirkanku ke dunia ini. Sebagai oleh-olehku
dari Yogya, batinku dengan rasa yang luar biasa senang ketika tulisanku dimuat
dalam sebuah buku.
Dengan penuh
semangat aku keluar dari parkiran hotel
Neo Awana dengan benak diliputi berbagai angan. Uang dan hadiah-hadiah kenangan
akan kuabadikan. Motorku melaju ke arah utara menuju Malioboro dan Pasar
Beringharjo sebagai salah satu pusat perbelanjaan kota Yogyakarta. Aku berbelanja untuk keluargaku, beberapa potong baju batik dan makanan. Dan tentu
saja kain batik tak lupa kupilih untuk ibuku. Selesai berbelanja, kularikan
motor ke arah timur, menuju Gunungkidul untuk kembali ke rumah.
Masih
ada sisa uang didompet hitamku. Biarlah untuk jaga-jaga hidup selanjutnya,
pikirku . Manusia hanya dapat berencana dan Tuhan jualah yang menentukan.Ketika aku tiba di
Wonosari, tepat di belokan dekat SMP Yayasan Kristen, tiba-tiba kuhentikan
motorku . Di dekat seorang ibu yang selalu menggendong anak laki-lakinya yang
kelihatan sudah berumur sekitar dua puluh lima tahunan, tapi tubuhnya kerdil /
cebol dan idiot. Ibu itu selalu terbiasa
duduk disitu sambil menunggu uluran tangan orang lain yang tergerak hatinya
untuk berbagi rezeki. Di bawah terik sinar
matahari yang siang itu menghunjam bumi, ibu itu tengah berteduh di bawah
sebuah pohon ketapang yang daunnya tidak begitu rimbun sehingga sinar matahari
yang menyengat kulit, membuat keringat membasahi ibu dan anaknya itu. Kelihatannya ibu itu belum mendapatkan uluran tangan dari yang lewat .
Biasanya
setiap ada keperluan ke kota Wonosari,
aku hanya melewatinya saja. Hanya sesekali jika berboncengan dengan anak atau
suami, aku berhenti dengan memberi sekadarnya. Tapi kali ini, hatiku tersentuh
untuk ikut berbagi dengan rezeki yang barusan kuterima dari hasil menulisku.
Maka dengan niat yang bulat, akhirnya uang yang masih tersisa dari Yogya
kuulurkan dengan seikhlas hati untuk ibu dan anaknya itu. Sebagian dari rezeki
yang kita terima ,seberapun itu ada bagian untuk orang lain, ucapku dalam hati
dengan penuh kebahagiaan bisa sedikit berbagi.
Gunungkidul, Minggu, 5 April 2020 ( kenangan
kala itu )
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar