Minggu, 05 April 2020

SERATUS RIBU DI BALIK GEGURITANKU


Oleh : Eni Setyowati
         
        Pak Jay, engkau manusia inspirator. Engkau selalu menjadikan sesuatu di sekitarmu untuk engkau tebar menjadi sebuah ide untuk mengasah kepekaan nalar, hati dan imajinasi para peserta “ Belajar Menulis Online. Sekali lagi terima kasih, harus selalu kuucapkan untukmu, Pak Jay, guru blogger ternama di Indonesia , motivator, dan segudang prestasi dan karya baktimu untuk mencerdaskan negeri dan bangsamu.
         Kini akan kuabadikan kisah tentang uang . Aku jadi teringat beberapa bulan yang lalu. Menjelang akhir tahun 2019 , aku dapat undangan via WA dari Dinas  Kebudayaan DIY ( Kundha Kabudayan ). Isinya mengharapkan kehadiran pada semua peserta lomba menulis puisi / geguritan ( puisi berbahasa Jawa)  pada Acara Temu Sastra 2019 yang diadakan di Hotel Neo Awana Yogyakarta.
       Pada acara tersebut, diadakan pertemuan antara penulis-penulis naskah yang karyanya masuk nominasi dan dibukukan dalam sebuah buku Antologi Sastra dan Budaya Jawa. Alhamdulillah, dari dua buah puisi / geguritan yang kukirim, masuk nominasi. Dan Alhamdulillah, selain mendapatkan buku antologinya juga mendapatkan kenangan berupa kaos, tas, menginap di hotel, uang transport, dan tentu saja uang jerih payah untuk menghargai jasa penulis-penulis naskah yang sudah ikut berpartisipasi. Kegiatan tersebut dibiayai dengan dana keistimewaan DIY.
 Dinas Kebudayaan DIY dalam upaya menggairahkan para pecinta sastra dan budaya Jawa terutama untuk kaum muda agar semangat dalam berkarya menggoreskan pena.   Kegiatan tersebut juga untuk melestarikan budaya-budaya jawa karena Yogyakarta merupakan kota budaya, maka Dinas Kebudayaan mengadakan kegiatan tersebut.
            Kegiatan Temu Sastra selesai pada hari kedua sesuai dengan jadwal yang telah dibagikan. Pihak panitia pada acara penutupan mengumumkan agar semua peserta sebelum pulang menandatangi presensi dulu untuk penerimaan hadiah . Tiba giliranku untuk tanda tangan. Aku mendapatkan dua buah amplop, yang satu transport yang satu honor penulisan, sebuah tas dari kain yang berisi 3 buah buku antologi, kaos, alat tulis.
Seratus ribu untuk satu guritku,” bisikku dalam hati sambil tersenyum penuh impi. Ketika kuintip tulisan diamplop yang bertuliskan honor penulisan. Dan hasil jerih payah tulisanku sebagian akan kuberikan ibuku. Seorang wanita yang sudah berpayah-payah dengan sepenuh jiwa dan raga melahirkanku ke dunia ini. Sebagai oleh-olehku dari Yogya, batinku dengan rasa yang luar biasa senang ketika tulisanku dimuat dalam sebuah buku.
Dengan penuh semangat  aku keluar dari parkiran hotel Neo Awana dengan benak diliputi berbagai angan. Uang dan hadiah-hadiah kenangan akan kuabadikan. Motorku melaju ke arah utara menuju Malioboro dan Pasar Beringharjo sebagai salah satu pusat perbelanjaan kota Yogyakarta. Aku berbelanja  untuk keluargaku, beberapa potong baju batik dan makanan. Dan tentu saja kain batik tak lupa kupilih untuk ibuku. Selesai berbelanja, kularikan motor ke arah timur, menuju Gunungkidul untuk kembali ke rumah.
       Masih ada sisa uang didompet hitamku. Biarlah untuk jaga-jaga hidup selanjutnya, pikirku . Manusia hanya dapat berencana dan Tuhan jualah yang menentukan.Ketika aku tiba di Wonosari, tepat di belokan dekat SMP Yayasan Kristen, tiba-tiba kuhentikan motorku . Di dekat seorang ibu yang selalu menggendong anak laki-lakinya yang kelihatan sudah berumur sekitar dua puluh lima tahunan, tapi tubuhnya kerdil / cebol dan idiot.  Ibu itu selalu terbiasa duduk disitu sambil menunggu uluran tangan orang lain yang tergerak hatinya untuk berbagi rezeki.  Di bawah terik sinar matahari yang siang itu menghunjam bumi, ibu itu tengah berteduh di bawah sebuah pohon ketapang yang daunnya tidak begitu rimbun sehingga sinar matahari yang menyengat kulit, membuat keringat membasahi ibu dan anaknya itu. Kelihatannya ibu itu belum mendapatkan uluran tangan dari yang lewat .
            Biasanya setiap ada keperluan  ke kota Wonosari, aku hanya melewatinya saja. Hanya sesekali jika berboncengan dengan anak atau suami, aku berhenti dengan memberi sekadarnya. Tapi kali ini, hatiku tersentuh untuk ikut berbagi dengan rezeki yang barusan kuterima dari hasil menulisku. Maka dengan niat yang bulat, akhirnya uang yang masih tersisa dari Yogya kuulurkan dengan seikhlas hati untuk ibu dan anaknya itu. Sebagian dari rezeki yang kita terima ,seberapun itu ada bagian untuk orang lain, ucapku dalam hati dengan penuh kebahagiaan bisa sedikit berbagi.

                        Gunungkidul, Minggu, 5 April 2020 ( kenangan kala itu )
***
           

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUNGA RENGGANIS, MANIS

  BUNGA RENGGANIS, MANIS oleh : Enis Bunga rengganis ?? Apakah betul tanaman ini namanya bunga rengganis? Nama rengganis dari tanaman ini di...