Pak
Jay, kupanggil beliau begitu, walau sebutan tenarnya “ Om Jay “ yang bernama
lengkap Wijaya Kusumah. Beliau begitu baik hati dan tanpa kenal lelah selalu
mendorong untuk terus berkarya. Setiap kesempatan beliau selalu mengajak kita
untuk mengasah imajinasi kita. Tanpa rasa lelah , tanpa rasa putus asa untuk
terus menggoreskan pena, menata kata merangkai kalimat menjadi alinea-alinea
yang bermakna. Pak Jay atau Om Jay kembali mengirimkan sebuah photogrid tentang empat ekor kucing dengan warna senada,
hitam, coklat, agak pirang dan menjadi rangkaian warna yang begitu indah dari Sang
Maha Pencipta. Keempat kucing dengan pose gaya yang berbeda yang membuat kita
sejenak melirikkan mata padanya dengan senyum penuh makna.
Akhirnya
, aku tergerak juga untuk menunjukkan dua ekor kucingku ke mata dunia walau
hanya lewat maya. Dua ekor kucingku dengan dua warna yang berbeda. Namun
keduanya adalah saudara, yang dilahirkan oleh induk yang sama. Kuberi nama Pusi
dan Pusa. Kedua kucingku itu senantiasa ceria , lari ke sana sini , bercengkerama
dengan segala tingkah polahnya yang membuat tertawa bahagia. Sepertinya kedua
kucingku itu tiada pernah ada rasa duka dan nestapa dalam hidupnya. Setiap hari selalu bersama , melewati
hari-hari penuh cinta .
Namun
di suatu ketika, sampai hari menjelang senja, kucing yang merah Si Pusa tak
kunjung tiba. Bahkan sampai tengah malam gulita, tak ada tanda-tanda Pusa akan
kembali dengan segala kelucuannya. Kusimpan rasa cemas yang menyesak dada karena aku sudah terbiasa dan menyayanginya
seperti anggota keluarga. Pikiranku terus mengembara, tanpa kusadari aku
terlena juga ketika rasa kantuk mulai menerpa mata.
Dan
akhirnya, saat pagi masih buta, aku sudah terjaga ketika adzan Subuh selesai bergema.
Kembali kutengok lewat jendela, yang biasanya Pusa selalu pulang pergi lewat di
atasnya. Dan , astaga. Aku terpana. Kutatap dengan rasa hampir tak percaya. Di
bawah pohon kenanga yang tengah berbunga penuh aroma, Pusa tergeletak tiada
berdaya. Buru-buru aku lari mendapatinya. Namun ternyata Pusa sudah tak
bernyawa. Innalillahi wa inna illahi rojiun. Akhirnya kugali tanah dengan
semampunya. Kukubur jasad Pusa yang pergi untuk selamanya. Kubuat sebuah pusara
untuk kucing tercinta di bawah pohon kenanga.
“
Selamat jalan Pusa, semoga kamu bahagia kembali kepada Sang Pencipta, ucapku
lirih dengan berlinang air mata duka.
Gunungkidul, 3 April 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar