Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-ait sajak ini
kau tak akan kurelakan snediri
pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi diantara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari
***
Yang fana adalah waktu
kita abadi
memungut detik demi
detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
" Tapi, yang fana adalah
waktu, bukan?"tanyamu
kita abadi
Foto- foto almarhum Prof. Sapardi Djoko Damono,
dihimpun dari berbagai sumber
Minggu Legi, 19 Juli 2020, ada kabar duka yang tersiar di grup-grup WA, maupun media sosial lainnya. Bahwa pagi ini, kurang lebih pukul 09.17 telah tutup usia , Sang Sastrawan Teladan yaitu Prof. Sapardi Djoko Damono.
Beliau berpulang ke Rahmatulloh dalam usia 80 tahun lebih 4 bulanan. Tepatnya beliau lahir tangaal 19 Maret 1940 di Surakarta, Jawa Tengah.Beliau meninggal di rumah sakit Eka Hospital, BSD di Kota Tangerang Selatan .
Salah satu kutipan beliau tentang kehidupan , yang penuh imajinasi dan inspirasi seperti yang di kutip oleh Akhmad Sahal yaitu :
" Barangkali hidup adalah
doa yang panjang,
dan sunyi adalah minuman keras,
ia merasa Tuhan sedang memandangnya
dengan curiga,
ia pun bergegas".
Sapardi Djoko Damono, atau yang akrab dipanggil SDD, adalah seorang penyair / sastrawan juga budayawan yang aktif sejak 1950 -an hingga kini , sebelum tutup usia. Karya-karya beliau tersebar mewarnai dunia kesusastraan Indonesia. Mulai dari sajak , puisi, esai juga cerpen.
Salah satu karya besar beliau yang mendapat apresiasi luar biasa berjudul " Hujan di Bulan Juni" di tulisnya tahun 1994.
" Hujan di Bulan Juni"
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan di bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan di bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu.
Banyak dari karya-karya beliau yang disenikan dalam bentuk lain berupa musikalisasi.
Salah satu cuplikan dan kutipan karya beliau :
" Waktu lonceng berbunyi,
percakapan merendah,
kita kembali menanti-nanti,
kau berbisik : siapa lagi akan tiba,
siapa lagi menjemputmu
berangkat duka ."
Dan ternyata takdir Tuhan telah datang. Lonceng waktu yang pernah beliau tuliskan dalam sebuah karyanya, kini benar-benar telah berbunyi dan berdentang.
Maka perbincangan beliau , dalam karya-karya di dunia , di alam nyata pun harus diakhiri, dengan berhembusnya nafas terakhir beliau. Namun jejak karya beliau di dunia sastra tak akan lekang oleh waktu . Akan tetap dikenang oleh para pecinta sastra.
Dan semua kembali menunggu waktu, lalu berbisik dalam hati, siapa lagi yang akan mendapat giliran menunggu sang maut menghampiri kita di dunia ini?
Itulah pesan bermakna dari seorang Sapardi Djoko Damono, bahwa kita hidup di dunia ini hanya menunggu lonceng waktu dibunyikan oleh Malaikat Pencabut Nyawa. Jika Tuhan sudah berkehendak memanggil umat-Nya , maka tidak ada yang dapat mengelak dan mengingkari takdir-Nya.
Namun walaupun Sang Sastrawan Sapardi Djoko Damono telah tutup usia , bait-bait syair karyanya akan tetap melegenda sepanjang masa.
foto dari sumber lain
Selamat jalan Sastrawan Teladan...
semoga Tuhan memberikan kedamaian
dalam tidur panjangmu dengan nyaman
di alam keabadian
Gunungkidul, Minggu 19 Juli 2020
Innalilahi wa inna ilaihi rojiun...
BalasHapusInnalilahi wa inna ilaihi rojiun...
BalasHapusInnalilahi w rojiun smg Husnul khotimah
BalasHapusSemoga Khusnul khotimah. Dan kita bisa mengambil hikmah
BalasHapus