Jumat, 04 September 2020

UNTAIAN KATA , BUAT BUNDA

OLEH : ENIS



UNTAIAN KATA,  BUAT BUNDA

Bunda, engkaulah bintangku, yang senantiasa memberikan kerlipmu untuk menerangi hatiku yang kadang pilu. Bunda, engkaulah rembulanku, yang senantiasa setia menerangi bumi di malam saat gelap datang. Bunda,  engkaulah mentariku, yang senantiasa memberikan kehangatan di saat aku kedinginan, dan yang selalu memberi penerang di saat aku sedang gelisah.

Bunda  , engkau adalah cahaya yang dikirim oleh Tuhan , yang akan selalu memberikan jalan terang untuk jiwaku di kala ragu. Bunda  , engkau adalah cahaya yang akan abadi dan tak akan pernah  sirna  di telan usia.

Bunda,  engkaulah angin kehidupanku , yang selalu mengalunkan musik kehidupan yang indah dan menggetarkan jiwaku. Bunda, engkau tak pernah mengeluh saat-saat susah merawat ku. Bunda,  dalam benakku tiada lain hanya dirimu,  yang kini kurindu.  Aku ingin berbagi kegelisahan juga kebahagiaan dengan perempuan mulia sepertimu.

Bunda, saat ini  ingatanku melayang ke masa silam, ketika aku berusaha memejamkan mata ini. Dulu sewaktu kecil , ketika senja datang , engkau  sering membawa aku ke luar rumah untuk menyaksikan bianglala senja yang akan segera pergi keperaduannya. 
Waktu itu warnanya merona kuning keemasan , dan engaku bilang itu namanya candikayu. Kemudian menjelang Magrib, engkau bawa aku masuk ke dalam rumah , karena orang jawa bilang bahwa tidak bagus berada di luar saat petang datang menjelang. 

Dan ketika malam mulai bertabur bintang dan rembulan yang berkerlip di angkasa malam, engkau kembali mengajakku ke halaman depan. Menyaksikan bintang gemintang di langit malam yang penuh kesyahduan. Di sanalah , mulai terukir aneka ilusi dalam benakku waktu itu. 

Bunda  ternyata, engkaulah  inspirasi terbesar dalam hidupku. Karenamu, aku sekarang kini berhadapan dengan laptop dan buku-buku di sekelilingku. Kini setiap saat aku bercumbu dengan buku. Setiap waktu aku bermesra dengan kata. Dan setiap tarikan nafasku, aku bermunajat dengan ayat. 

Terima kasih, Bunda. Kini aku mendapatkan duniaku dulu. Dunia yang berawal dari sosokmu yang senantiasa menjembataniku untuk selalu mengenal indahnya hari yang berlalu. Dunia yang kusukai sejak dulu, sejak aku mulai mengenal aksara, sejak aku mulai bisa mengeja, sejak aku mulai bisa membaca, dan sejak aku mulai mengenal kata. 

Akhirnya , aku mampu merangkai kata ke dalam alinea yang bermakna. Dan lewat rangkaian kata –kata itulah, aku senantiasa menggoreskan pena lewat ujung-ujung jemariku, untuk mengukir kenangan –kenangan dan kisah-kisah yang mewarnai hari-hariku.

Bunda , masih kurasakan sentuhan –sentuhan tangan penuh kelembutan, dengan usapan sayang penuh kedamaian, dengan kata-katamu penuh kesejukan, dengan tatapan matamu penuh cinta, dengan doa-doamu yang tanpa jeda, senantiasa engkau selipkan di akhir sembahyangmu, untukku  dan anak-anakmu, Bunda. Kasih sayangmu, pengorbananmu, tiada berlaksa.

Bunda, dengan segala peluh dan keluh yang tiada pernah engkau ungkapkan. Dengan segala rasa sakit dan lara yang tiada pernah engkau perlihatkan. Engkau ajari aku agar menjadi seorang insan, yang ditakdirkan sebagai seorang perempuan, harus senantiasa tegar dan sabar menghadapi segala ujian hidup di dunia ini. Berkat didikan dan bimbinganmu, Bunda , kini aku mampu menjadi seorang istri dan juga seorang  ibu yang Insya Alloh baik untuk keluargaku, seperti dirimu, Bunda.  

 Kini, aku tidak lagi bersamamu, aku telah memiliki keluarga sendiri, dan harus hidup terpisah denganmu, Bunda. Kini aku menikmati hari-hari bersama suami dan buah hatiku, cucu-cucumu, Bunda.

Sebenarnya , jarak rumahku dengan rumah bunda, tidaklah seberapa. Setiap saat dapat bersua. Namun kadang kesibukanku dalam mendampingi suami, mendidik dan membimbing cucu-cucumu, serta dalam  ikut mendermakan sedikit ilmu yang kupunyai kepada anak-anak didik di sekolah, kadang membuatku tidak dapat setiap saat mengunjungimu.

Dan saat – saat malam tiba, ketika hendak memejamkan mata, aku sering berbisik dalam batinku, “ Maafkan aku, bunda, kini, di saat engkau menghadapi usia senja, aku tidak ada di sampingmu.” 

Dan tanpa terasa , air beningpun menitik membasahi pipiku. Hatiku menjerit, pedih, tidak dapat lagi setiap saat membersamaimu, seperti waktu kecilku dulu, engkau senantiasa setia, bersamaku siang malam, tiada jemu. Di saat-saat seperti ini aku hanya mampu memanjatkan doa-doa terindah dan terbaik untukmu, Bunda.

“ Ya , Alloh , kasihilah ibuku yang kini sudah tanpa ayah disisinya. Sayangilah bunda,  seperti dulu beliau menyayangi dan mengasihiku semasa aku kecil. Datangkanlah selalu kebahagiaan lahir batin , kesehatan jiwa dan raga, di akhir sisa hidupnya. Jauhkan ibuku dan keluargaku dari segala ketidakbaikan .  Berkahilah selalu dengan kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan di akherat., Ya Alloh,” pintaku selalu tanpa jemu kepada Tuhan.
***
Suatu sore ketika  rinai gerimis senja turun ke bumi  , sinar kemerah-merahan di ufuk barat mulai menghilang, bintangpun mulai terlihat bermunculan di langit malam. Tiba-tiba rasa rindu terhadapmu, Bunda,  begitu membuncah memenuhi relung-relung hatiku. Kuputuskan senja itu aku pergi ke rumahmu bersama buah hatiku. 

Dan di remang-remang senja yang masih sedikit membara cahayanya, aku sampai di rumahmu, Bunda. Namun suasana sepi, sunyi. Ketika kumasuk ke dalam ternyata memang tiada orang, adik –adik lakiku yang bersama Bunda sedang tidak ada di rumah. Dan kudapati, dirimu sedang tidur di dipan tua peninggalan Eyang. Sekujur tubuhmu terbalut selimut tebal. Ketika kusapa dengan pelan, agar tidak kaget, engkau hanya membuka mata tuamu yang tampak letih.

“ Bunda, kenapa ?  Sakitkah,? tanyaku sambil memegang tangannya yang sudah semakin keriput karena usia. Adik-adik, kok tidak ada semua,pada kemana?” tanyaku lagi.

Mungkin masih jamaah magrib di masjid, “ jawab Bunda pelan sambil mengangkat tubuhnya untuk duduk. Aku membantu bangun dari pembaringan. Kemudian wanita tua itu menatapku sejenak dengan pendar-pendar bahagia di mata tuanya. Lalu tanpa kuduga, tubuh yang semakin ringkih itu meraih tubuhku, dan membenamkan tubuhku ke dekat raganya dengan lekat. Sambil memelukku erat, Bunda berkata :

Aku bangga mempunyai anak sepertimu, Nduk,” ucapnya lirih namun jelas di gendang telingaku. Cucu pertamaku kini sudah dewasa, sudah selesai kuliahnya, dan besok pagi akan diwisuda sebagai sarjana, semoga lancar dan segera mendapatkan pekerjaan yang mapan,” ucap Bunda dengan berurai air mata. 

Beberapa hari lalu aku memang mengatakan pada Bunda, bahwa cucu pertamanya, anak sulungku akan diwisuda, dan aku meminta Bunda dan adik-adikku untuk ikut ke kampus anakku di UPN Yogyakarta.

Dengan berjuta rasa yang menyesak dada, akupun balas memeluk erat bundaku seakan tak ingin kulepaskan lagi. Ada keharuan menyeruak di kalbuku. Karena selama ini aku belum dapat membahagiakan bunda dan ayahku, yang telah berpulang duluan  ke Rahmatullah. Mungkin dengan selesainya kuliah anak sulungku, itu sebagai salah satu bakti dan caraku untuk membahagiakan bundaku di sisa-sisa menikmati masa tuanya.

Bunda, tidak hanya engkau yang bangga punya aku, kami anak-anakmu. Namun aku lebih bangga mempunyai ibu seperti dirimu, Bunda.  Yang telah susah payah berkorban jiwa raga mengandungku, melahirkanku, merawatku, membesarkanku, mendidikku, membimbingku, mengasihiku, menyayangkku dengan setulus dan seluas hatimu.” Bisikku dengan hujan air mata membasahi wajahku.

***
Gunungkidul, 5 September 2020

15 komentar:

  1. Sungguh menginspirasi. Mengenang masa lalu yg selalu rindu dg pelukannya... Kini tinggal asa dan angan untuk mendarma kesucian dan ketulusannya.....
    Episode Pas Tilik omah ndesa... Tinggal kenangan rindu kembali ke masa lalu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas seno....mumpung ortu kita msh...ayo kita sayangi mereka dgn sepenuh jiwa

      Hapus
  2. Sungguh menginspirasi. Mengenang masa lalu yg selalu rindu dg pelukannya... Kini tinggal asa dan angan untuk mendarma kesucian dan ketulusannya.....
    Episode Pas Tilik omah ndesa... Tinggal kenangan rindu kembali ke masa lalu.

    BalasHapus
  3. Waw.nada2 indah mb eny.. Luar biasa mantul..pokokke..

    BalasHapus
  4. Waw.nada2 indah mb eny.. Luar biasa mantul..pokokke..

    BalasHapus
  5. Waw.nada2 indah mb eny.. Luar biasa mantul..pokokke..

    BalasHapus

BUNGA RENGGANIS, MANIS

  BUNGA RENGGANIS, MANIS oleh : Enis Bunga rengganis ?? Apakah betul tanaman ini namanya bunga rengganis? Nama rengganis dari tanaman ini di...