UNTAIAN KATA, BUAT BUNDA
Bunda,
engkaulah bintangku, yang senantiasa memberikan kerlipmu untuk menerangi hatiku
yang kadang pilu. Bunda, engkaulah rembulanku, yang senantiasa setia menerangi
bumi di malam saat gelap datang. Bunda, engkaulah mentariku, yang senantiasa memberikan
kehangatan di saat aku kedinginan, dan yang selalu memberi penerang di saat aku
sedang gelisah.
Bunda
, engkau adalah cahaya yang dikirim oleh
Tuhan , yang akan selalu memberikan jalan terang untuk jiwaku di kala ragu. Bunda
, engkau adalah cahaya yang akan abadi
dan tak akan pernah sirna di telan usia.
Bunda,
engkaulah angin kehidupanku , yang
selalu mengalunkan musik kehidupan yang indah dan menggetarkan jiwaku. Bunda,
engkau tak pernah mengeluh saat-saat susah merawat ku. Bunda, dalam benakku tiada lain hanya dirimu, yang kini kurindu. Aku ingin berbagi kegelisahan juga kebahagiaan
dengan perempuan mulia sepertimu.
Bunda, saat ini ingatanku melayang ke masa silam, ketika aku
berusaha memejamkan mata ini. Dulu sewaktu kecil , ketika senja datang , engkau
sering membawa aku ke luar rumah untuk
menyaksikan bianglala senja yang akan segera pergi keperaduannya.
Waktu itu
warnanya merona kuning keemasan , dan engaku bilang itu namanya candikayu.
Kemudian menjelang Magrib, engkau bawa aku masuk ke dalam rumah , karena orang
jawa bilang bahwa tidak bagus berada di luar saat petang datang menjelang.
Dan
ketika malam mulai bertabur bintang dan rembulan yang berkerlip di angkasa
malam, engkau kembali mengajakku ke halaman depan. Menyaksikan bintang
gemintang di langit malam yang penuh kesyahduan. Di sanalah , mulai terukir
aneka ilusi dalam benakku waktu itu.
Bunda ternyata,
engkaulah inspirasi terbesar dalam
hidupku. Karenamu, aku sekarang kini berhadapan dengan laptop dan buku-buku di
sekelilingku. Kini setiap saat aku bercumbu dengan buku. Setiap waktu aku
bermesra dengan kata. Dan setiap tarikan nafasku, aku bermunajat dengan ayat.
Terima kasih, Bunda. Kini aku mendapatkan duniaku dulu. Dunia yang berawal dari
sosokmu yang senantiasa menjembataniku untuk selalu mengenal indahnya hari yang
berlalu. Dunia yang kusukai sejak dulu, sejak aku mulai mengenal aksara, sejak
aku mulai bisa mengeja, sejak aku mulai bisa membaca, dan sejak aku mulai
mengenal kata.
Akhirnya , aku mampu merangkai kata ke dalam alinea yang
bermakna. Dan lewat rangkaian kata –kata itulah, aku senantiasa menggoreskan
pena lewat ujung-ujung jemariku, untuk mengukir kenangan –kenangan dan
kisah-kisah yang mewarnai hari-hariku.
Bunda , masih kurasakan sentuhan –sentuhan
tangan penuh kelembutan, dengan usapan sayang penuh kedamaian, dengan
kata-katamu penuh kesejukan, dengan tatapan matamu penuh cinta, dengan
doa-doamu yang tanpa jeda, senantiasa engkau selipkan di akhir sembahyangmu, untukku dan anak-anakmu, Bunda. Kasih sayangmu,
pengorbananmu, tiada berlaksa.
Bunda, dengan segala peluh dan keluh yang
tiada pernah engkau ungkapkan. Dengan segala rasa sakit dan lara yang tiada
pernah engkau perlihatkan. Engkau ajari aku agar menjadi seorang insan, yang
ditakdirkan sebagai seorang perempuan, harus senantiasa tegar dan sabar
menghadapi segala ujian hidup di dunia ini. Berkat didikan dan bimbinganmu,
Bunda , kini aku mampu menjadi seorang istri dan juga seorang ibu yang Insya Alloh baik untuk keluargaku, seperti dirimu, Bunda.
Kini, aku tidak
lagi bersamamu, aku telah memiliki keluarga sendiri, dan harus hidup terpisah
denganmu, Bunda. Kini aku menikmati hari-hari bersama suami dan buah hatiku, cucu-cucumu,
Bunda.
Sebenarnya , jarak rumahku dengan rumah
bunda, tidaklah seberapa. Setiap saat dapat bersua. Namun kadang kesibukanku
dalam mendampingi suami, mendidik dan membimbing cucu-cucumu, serta dalam ikut
mendermakan sedikit ilmu yang kupunyai kepada anak-anak didik di sekolah,
kadang membuatku tidak dapat setiap saat mengunjungimu.
Dan saat – saat malam tiba, ketika hendak
memejamkan mata, aku sering berbisik dalam batinku, “ Maafkan aku, bunda, kini, di saat engkau menghadapi usia senja, aku
tidak ada di sampingmu.”
Dan tanpa terasa , air beningpun menitik membasahi
pipiku. Hatiku menjerit, pedih, tidak dapat lagi setiap saat membersamaimu,
seperti waktu kecilku dulu, engkau senantiasa setia, bersamaku siang malam, tiada
jemu. Di saat-saat seperti ini aku hanya mampu memanjatkan doa-doa terindah dan
terbaik untukmu, Bunda.
“ Ya , Alloh
, kasihilah ibuku yang kini sudah tanpa ayah disisinya. Sayangilah bunda, seperti dulu beliau menyayangi dan mengasihiku
semasa aku kecil. Datangkanlah selalu kebahagiaan lahir batin , kesehatan jiwa
dan raga, di akhir sisa hidupnya. Jauhkan ibuku dan keluargaku dari segala
ketidakbaikan . Berkahilah selalu dengan
kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan di akherat., Ya Alloh,” pintaku selalu tanpa jemu kepada Tuhan.
***
Suatu sore ketika rinai gerimis senja turun ke bumi , sinar kemerah-merahan di ufuk barat mulai
menghilang, bintangpun mulai terlihat bermunculan di langit malam. Tiba-tiba
rasa rindu terhadapmu, Bunda, begitu
membuncah memenuhi relung-relung hatiku. Kuputuskan senja itu aku pergi ke rumahmu
bersama buah hatiku.
Dan di remang-remang
senja yang masih sedikit membara cahayanya, aku sampai di rumahmu, Bunda. Namun
suasana sepi, sunyi. Ketika kumasuk ke dalam ternyata memang tiada orang, adik
–adik lakiku yang bersama Bunda sedang tidak ada di rumah. Dan kudapati, dirimu
sedang tidur di dipan tua peninggalan Eyang. Sekujur tubuhmu terbalut selimut
tebal. Ketika kusapa dengan pelan, agar tidak kaget, engkau hanya membuka mata
tuamu yang tampak letih.
“ Bunda, kenapa ? Sakitkah,? tanyaku sambil memegang tangannya
yang sudah semakin keriput karena usia. Adik-adik, kok tidak ada semua,pada
kemana?” tanyaku lagi.
“ Mungkin masih jamaah magrib di masjid, “
jawab Bunda pelan sambil mengangkat tubuhnya untuk duduk. Aku membantu bangun
dari pembaringan. Kemudian wanita tua itu menatapku sejenak dengan
pendar-pendar bahagia di mata tuanya. Lalu tanpa kuduga, tubuh yang semakin
ringkih itu meraih tubuhku, dan membenamkan tubuhku ke dekat raganya dengan lekat.
Sambil memelukku erat, Bunda berkata :
” Aku bangga mempunyai anak sepertimu, Nduk,”
ucapnya lirih namun jelas di gendang telingaku. Cucu pertamaku kini sudah
dewasa, sudah selesai kuliahnya, dan besok pagi akan diwisuda sebagai sarjana,
semoga lancar dan segera mendapatkan pekerjaan yang mapan,” ucap Bunda dengan
berurai air mata.
Beberapa hari lalu aku memang mengatakan pada Bunda, bahwa
cucu pertamanya, anak sulungku akan diwisuda, dan aku meminta Bunda dan
adik-adikku untuk ikut ke kampus anakku di UPN Yogyakarta.
Dengan berjuta rasa yang menyesak dada,
akupun balas memeluk erat bundaku seakan tak ingin kulepaskan lagi. Ada
keharuan menyeruak di kalbuku. Karena selama ini aku belum dapat membahagiakan
bunda dan ayahku, yang telah berpulang duluan ke Rahmatullah. Mungkin dengan
selesainya kuliah anak sulungku, itu sebagai salah satu bakti dan caraku untuk
membahagiakan bundaku di sisa-sisa menikmati masa tuanya.
“Bunda, tidak hanya engkau yang bangga punya
aku, kami anak-anakmu. Namun aku lebih bangga mempunyai ibu seperti dirimu,
Bunda. Yang telah susah payah berkorban
jiwa raga mengandungku, melahirkanku, merawatku, membesarkanku, mendidikku,
membimbingku, mengasihiku, menyayangkku dengan setulus dan seluas hatimu.”
Bisikku dengan hujan air mata membasahi wajahku.
***
Gunungkidul, 5 September 2020
Keren Sang Pujanggaku
BalasHapusMakasih mbk nani ku
HapusMantulll
BalasHapusTerima kasih pak muslim
HapusMantulll
BalasHapusSungguh menginspirasi. Mengenang masa lalu yg selalu rindu dg pelukannya... Kini tinggal asa dan angan untuk mendarma kesucian dan ketulusannya.....
BalasHapusEpisode Pas Tilik omah ndesa... Tinggal kenangan rindu kembali ke masa lalu.
Iya mas seno....mumpung ortu kita msh...ayo kita sayangi mereka dgn sepenuh jiwa
HapusSungguh menginspirasi. Mengenang masa lalu yg selalu rindu dg pelukannya... Kini tinggal asa dan angan untuk mendarma kesucian dan ketulusannya.....
BalasHapusEpisode Pas Tilik omah ndesa... Tinggal kenangan rindu kembali ke masa lalu.
Waw.nada2 indah mb eny.. Luar biasa mantul..pokokke..
BalasHapusWaw.nada2 indah mb eny.. Luar biasa mantul..pokokke..
BalasHapusWaw.nada2 indah mb eny.. Luar biasa mantul..pokokke..
BalasHapusMakasih mbk atik say....
HapusMantul bu, keren
BalasHapusMksh bu rita...
HapusBagus bu...
BalasHapus