Kamis
pagi, sekitar pukul 8.30 – an, aku sudah
bersiap-siap hendak keluar rumah untuk mengantarkan pesanan temanku SMP , semalam
lewat WA.
Karena masih BDR, maka aku tidak terburu-buru untuk pergi mengajar di
sekolah. Setelah selesai kusiapkan pesanan barang online untuk kuantar , kemudian aku ganti pakaian yang menutup aurat dan tentu
saja dengan masker layaknya cadar.
Atribut ini sekarang menjadi sesuatu yang wajib dikenakan jika kita keluar rumah. Yah, pandemic covid -19
yang masih merajalela dan memporak-porandakan hampir semua tatanan kehidupan di
berbagai pelosok dunia termasuk Indonesia masih merebak dimana-mana.
Untuk itu
kita harus mematuhi aturan social
distancing dan protocol kesehatan
yaitu dengan jaga jarak, pakai masker dan cuci tangan .
Ketika
aku mampir di sebuah warung penjual sayuran, baru beberapa menit aku memilih
sayuran, tiba-tiba ada suara, brakkk. Ibu penjual sayur dan para pembeli pun
sontak berlarian keluar dari warung dan melihat ke jalan raya, karena memang warungnya
berada di pinggir jalan raya propinsi yang menghubungkan kecamatan dengan kota
kabupaten.
Sepertinya ada insiden kecil, kecelakakan tunggal , yaitu seorang
laki-laki paruh baya kira-kira berumur 45 tahunan dengan seorang wanita tua kira-kira berumur
70an tahun berboncengan dengan sepeda onthel
menabrak mobil sedan putih yang terparkir di depan sebuah toko kelontong.
Dan
ketika kedua orang yang berboncengan yang ternyata ibu tua dan anak lakinya tersebut berhenti di
depan warung sayur, kudengar sekilas namun
jelas, anak laki-laki tersebut berkata-kata kasar, tidak sopan, membentak
dan mencaci maki ibu tua tersebut,
menyalahkan ibu tua itu karena kejadian kecelakaan tersebut.
Namun ibu tua itu hanya
sabar dan diam , menerima dengan ikhlas apa yang diucapkan laki-laki tersebut. Ohh, Ya Alloh, tak tega rasa hatiku
mendengar dan menyaksikan semua itu. Kata-katanya kotor dan tak semestinya diucapkan
oleh seorang anak kepada seorang wanita, apalagi wanita tua itu adalah ibunya
sendiri, yang melahirkannya, membesarkannya, merawatnya, mengasihinya,
menyayanginya sepanjang hidupnya selama ini.
Semoga anak itu diampuni dosanya, dan semoga
ibu tua itu senantiasa diberi kesabaran dan kebesaran hati.
Ketika ibu tua dan
anak lakinya itu berjalan hendak pulang ke rumahnya, aku menawarkan diri untuk
mengantar ibu tua itu sampai ke rumahnya, karena ternyata sepedanya rusak lumayan parah , stangnya patah terpisah dari
badan sepeda dan tidak dapat dinaiki lagi.
Berkali aku menawarkan bantuan untuk
mengantarkan ,tetapi ibu tua itu tetap dengan pendiriannya tidak mau karena akan
menemani anaknya berjalan sampai ke rumah, sekalipun wajah dan keadaan tubuh
tua itu terlihat sangat letih dan lemas karena puasa.
Akhirnya aku memutuskan
untuk memberikan bantuan sekedarnya , kubelikan buah semangka dan jeruk, air
mineral, mie instan, dan kue. Kemudian kuberikan sedikit bantuan itu pada ibu tua , dan aku hanya mampu mengamini ucapan yang penuh
doa dari ibu tua itu ketika menerima pemberianku.
Sebelum aku berlalu dari
hadapan ibu tua itu, kubuka dompet hitam lusuhku. Kemudian kuambil selembar
uang berwarna biru tua bergambar seorang tokoh Dr. H. Juanda Kartasamita yang
masih tersisa di dompet, dan kuselipkan di tangan ibu tua itu.
Ada kebahagiaan direlung sanubariku dapat
sedikit berbagi di tengah pandemi covid-19 ini. Walau aku juga serba kekurangan
, tidak memiliki uang yang lebih, namun aku iklhas memberikannya.
Dalam ajaran
agama, bahwa di setiap rezeki yang kita terima, ada bagian untuk orang lain.
Dan kisah kasih ibu tua terhadap anaknya
walaupun anaknya sudah bersikap kasar dan membentak-bentaknya tadi teramat merasuk di hatiku.
Kasihan sekali ibu
itu, sudah tua dengan tubuh kecilnya yang sudah
keriput, dengan jalan hampir tertatih , kelihatan sangat letih jiwa
raganya. Semoga ibu tua itu kelak
mendapatkan Jannah-Nya karena kesabarannya yang seluas samudera dan kasih
sayangnya yang tiada berlaksa itu, bisik hatiku pilu.
Aku jadi teringat salah
satu lagu berjudul " Ibu " ciptaan dari Iwan Fals, penyanyi favoritku. Aku pun hanya mampu
menitikkan airmata dengan sejuta rasa yang membuncah di dada.
Gunungkidul, Kamis 21 Mei 2020
hebat 👍👍
BalasHapusBagus kisahnya buuuu
BalasHapus