Kamis, 13 Agustus 2020

MELESTARI TRADISI GUMBREGAN DI TENGAH PANDEMI

OLEH : ENIS


Foto ubarampe hidangan tradisi gumbregan yang disajikan saat malam hari , Kamis Legi Malam Jumat Pahing di Dusun  Kenteng, Wiladeg, Karangmojo, yang dikirim oleh Ibu Kiswadi , orang tua siswa yang juga tetangga.


Aneka tata cara perayaan tradisi jawa berupa gumbregan, masing-masing daerah punya warna yang berbeda.  Di wilayah kecamatan Karangmojo hari ini, Kamis Legi, 13 Agustus 2020 juga melaksanakan tradisi Gumbregan dengan mawarni sajian.

Tradisi Gumbregan sebagai salah satu budaya atau tradisi yang hidup atau ada di daerah Gunungkidul. Bahkan sampai kini, tradisi Gumbregan tersebut masih diadakan atau dilaksanakan oleh sebagian masyarakat di daerah pedesaan. 
Terutama bagi mereka yang mempunyai hewan ternak berupa sapi , kerbau, kambing, ayam, atau hewan / binatang piaraan lainnya. 

Maksud dan tujuan tradisi Gumbregan adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena sudah diberi kemurahan rezeki  . Yaitu berupa hewan-hewan ternak yang sehat, dan berkembang biak serta dapat membantu petani dalam mengolah sawahnya, misalnya sapi atau kerbau yang digunakan untuk membajak sawah, tegalan, dll.

Rasa syukur itu diwujudkan dalam asung syukur dengan menghargai ciptaan Tuhan berupa ulu wetu dari pertanian berupa beras, beras ketan, uwi, gembili, kimpul, singkong, sayuran yang dimasak dibuat ubarampe untuk dikendurikan atau dikabulkan . 

Dimana ubarampe berupa makanan-makanan rebusan krowotan tersebut, ditambah jadah woran, cengkaruk, lepet, nasi gudangan ( sego gudangan ), kupat , dll disajikan dalam prosesi gumbregan . 

Adapun tradisi gumbregan ini dilakukan oleh cah angon ( bocah angon / anak -anak penggembala ) yang berkumpul, dan  mengadakan tradisi gumbregan secara bergilir dari rumah ke rumah yang mempunyai sapi . Gumbregan ini dilaksanakan pada sore hari sebelum magrib. 


Pada saat gumbregan biasanya ada bacaan-bacaan atau kata-kata berbahasa jawa yang diucapkan oleh orang tua yang punya hajat gumbregan, kemudian dilanjutkan oleh cah-cah angon, yaitu sebagai berikut :
" Kembang pring, dina gumbreg ,malem jemuwah pahing!"
" Amiiiiiiin !"
" Kembang gedang, turah sapi kurang kandhang !"
" Amiiiiiiiin !"
" Kembang jambu, sapine padha lemu-lemu !"
" Amiiinnnn !"
" Kembang aren, sapine padha kopen !"
" Amiiiiinnnn !"
" Kembang jarak , sapi weduse padha manak !"
" Amiiiinnn !"
" Kembang so, tandurane ijo royo-royo !"
" Amiiinnn !"

Dan seterusnya, yaitu sebagai ungkapan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar hewan ternak dan tanaman dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik.

Kemudian yang kedua dilakukan oleh bapak-bapak / orang tua untuk mengeluarkan ubarampe kenduri seperti pada gambar di bawah ini. Dimana para bapak / laki - laki pada malam hari berkumpul di salah satu rumah penduduk. 

Dalam pelaksanaan kenduri gumbregan , biasanya dipimpin oleh salah satu tokoh masyarakat yang sudah tua , dan dipandang mampu berdoa dan memimpin tradisi kenduri gumbregan tersebut. 

Adapun makna dari gumbregan itu sendiri adalah sebagai ucapan rasa syukur manusia / petani kepada Tuhan yang Maha Esa atas semua rezeki yang diberikan lewat hewan-hewan dan tanaman di pekarangan yang subur dan menghasilkan uluwetu yang dapat dimanfaatkan untuk makan / bahan pangan atau memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Makna yang kedua yaitu sebagai sarana berbagi rezeki dengan orang lain.
Makna selanjutnya yaitu sebagai sarana silaturahmi, antara anak yang satu dnegan anak yang lain, orang tua yang satu dengan orang tua yang lain. 
Juga saling kunjung dari rumah satu ke rumah yang lain untuk mempererat silaturahmi.

Di bawah ini foto-foto dan video pelaksanaan Gumbregan di daerah Banyubening , Bejiharjo, Karangmojo , Gunungkidul, yang dikirim oleh Ibu Rumiyati Asih Wintolo, seorang teman alumni dari  SMA Negeri 2 Wonosari Gunungkidul.

Ibu Rumiyati asli Gunungkidul, rumah orang tuanya  dekat Goa Pindul, sebelah selatan goa bawah tanah yang terkenal itu. Beliau dan suaminya adalah seorang pengusaha / wiraswasta sukses yang beralamat di Sleman, Yogyakarta. 






Selanjutnya sebuah kiriman  dari teman yaitu Ibu Rukmiyati asli Semin yang sekarang berumah di Yogyakarta, yang juga alumni dari SMA Negeri 2 Wonosari. Sebuah foto ubarampe gumbregan di daerah Srimpi, Ngipak, Karangmojo, Gunungkidul.


Dan gambar berikut adalah oleh-oleh gumbregan yang dibawa oleh anak dari Kenteng , Wiladeg.
Tempat orang tuaku juga masih melestari / nguri-uri tradisi gumbregan ini. Sekalipun di tengah pandemi, perayaan tradisi gumbregan masih tetap dilaksanakan. Masyarakat di daerah pedesaan akan tetap kukuh memegang tradisi sekalipun kemajuan jaman dan teknologi semakin menjadi.


Demikian sekilas tentang tradisi gumbregan di wilayah Karangmojo, semoga dapat menambah wawasan tentang mawarni tradisi di Bumi Handayani yang harus kita lestarikan sebagai salah satu tradisi warisan budaya negeri, agar kita mempunyai jati diri sebagai sebuah bangsa yang berbudi.

***
Gunungkidul, Kamis Legi 13 Agustus 2020

3 komentar:

BUNGA RENGGANIS, MANIS

  BUNGA RENGGANIS, MANIS oleh : Enis Bunga rengganis ?? Apakah betul tanaman ini namanya bunga rengganis? Nama rengganis dari tanaman ini di...