OLEH : ENI SETYOWATI
Hari ini Minggu,tanggal 2 Mei 2021,masih dalam suasana pandemi . Namun tidak mengurangi semangat diri dan hati dari para insan-insan negeri ,untuk mengenang jasa dari tokoh yang telah membawa perubahan besar bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.
Seratus tigapuluh dua (132) tahun silam, tepatnya 2 Mei 1889,telah lahir seseorang yang kini, kita semua kembali memperingati lahirnya R.M.Soewardi Suryaningrat yang dikenal dengan Ki Hajar Dewantara.
Beliau seorang tokoh keturunan ningrat dari Kadipaten Pakualaman Yogyakarta. Sekalipun beliau keturunan ningrat namun beliau memilih keluar dari kadipaten dan memilih untuk bersama rakyat jelata, masyarakat pribumi, dengan berjuang memajukan dan mencerdaskan rakyat Indonesia lewat jalur pendidikan.
Begitu keluar dari istana dan membaur dengan rakyatnya, beliau mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara ketika usianya 40 tahun.
Trilogi Semboyan Ki Hajar Dewantara
Dalam perjuangannya Ki Hajar Dewantara mempunyai semboyan " Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani " yang masih relevan dan tak lekang sepanjang jaman.
Pengertian dari Ing Ngarsa Sung tuladha dimaksudkan bahwa menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan/contoh yang baik bagi yang dipimpinnya.
Ing Madya Mangun Karsa dimaksudkan bahwa seseorang di tengah kesibukannya, harus mampu membangkitkan atau menggugah semangat bagi orang lain.
Sedangkan Tut Wuri Handayani artinya seseorang harus mampu memberikan dorongan moral dan semangat dari belakang.
Dengan semboyannya yang membahana itu, diwujudkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam mencerdaskan masyarakat pribumi agar terbebas dari tirani kebodohan. Dengan semangat yang membara dan bergelora Ki Hajar Dewantara senantiasa berjuang tanpa kenal menyerah dan berputus asa dalam ikut memajukan bangsanya agar bermartabat di mata dunia.
Dan semua itu dicontohkan oleh Ki Hajar Dewantara dengan semangatnya dalam belajar, menambah ilmu dan pengetahuan yaitu dengan cara banyak membaca dan menulis untuk mengembangkan kemampuan dan menggali potensi diri.
Jejak Literasi Sang Bapak Pendidikan
Ki Hajar Dewantara ternyata mempunyai hobi membaca dan menulis sejak kecil. Apalagi dalam masa-masa pendidikannya di ELS ( Sekolah Dasar Eropa / Belanda) khusus untuk kaum bangsawan, dan juga sewaktu sekolah di STOVIA, sekolah dokter bumiputera , beliau gemar membaca.
Kegemaran Ki Hajar Dewantara membaca buku-buku sastra, politik dan ekonomi. Dengan kesukaanya membaca menjadikan wawasan, pengetahuan dan pemikirannya menjadi luas dan berkembang, juga terbuka dengan dunia luar karena sering mendapatkan berbagai informasi dari buku-buku yang digelutinya.
Dari kesukaanya membaca, maka beliau tertarik untuk menjadi seorang wartawan, dimana ide-ide dan ilmu hasil dari membaca diwujudkan, dituangkan dalam tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara dengan menjadi wartawan di beberapa surat kabar pada waktu itu, diantaranya Kaoem Moeda,Tjahaya Timoer,Poesara,Oetoesan Hindia, De Expres dan Midden Java.
Tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara dikenal kritis berupa kritikan-kritikan kepada pemerintah kolonial waktu itu. Ki Hajar Dewantara juga dikenal sebagai wartawan yang hebat dan juga handal.
Jejak literasi Ki Hajar Dewantara tidak terbatas pada membaca dan menulis saja, Ternyata beliau juga sangat cinta dengan seni dan budaya, terutama jawa, dimana beliau dilahirkan. Apalagi beliau masih keturunan ningrat yang sangat dekat dengan pusatnya kebudayaan.
Di lingkungan kadipaten /istana , para putra bangsawan digladhi dengan beragam kesenian tradisional khususnya Jawa yang berupa seni tari, seni musik dan seni sastra.
Jiwa seni ,budaya, dan sastra sudah melekat erat dalam nadinya. Menurut Ki Hajar, bahwa budaya merupakan ujung tombak dan hal paling penting dalam pendidikan. Maka dalam pendidikan dan kehidupan sehari-hari beliau selalu menanamkan dan mengutamakan budaya .
Bahkan di antara waktu luangnya dalam beraktivitas sebagai wartawan kala itu, Ki Hajar Dewantara sering memperkenalkan kepada anak-anak muda Indonesia di sekitar tempat tinggal beliau, bahkan di mana saja dijumpai para muda Indonesia, tentang tari-tarian tradisional dan tembang-tembang Jawa.Jiwa seni yang mengalir deras dalam darahnya, juga terlihat dalam ornamen-ornamen di tempat tinggal beliau.
Dalam perjuangannya memajukan bangsanya dalam pendidikan, Ki Hajar Dewantara kerap menulis di media massa, yang mana tulisan-tulisannya sering berisi kritikan-kritikan pedas kepada pemerintahan kolonial kala itu. Dari tulisan-tulisannya yang berani tersebut mengakibatkan Ki Hajar Dewantara sering keluar masuk penjara karena dianggap menghina dan melawan pemerintahan kolonial.
Namun semua penderitaan di penjara tidak mengurangi semangat Ki Hajar Dewantara dalam memajukan pendidikan kaum pribumi kala itu. Kegiatan membaca dan menulis Ki hajar Dewantara tetap dilakukannnya dengan sepenuh hati demi terbebasnya rakyat Indonesia dari belenggu kebodohan, dari belenggu penindasan.
Itulah sekilas jejak literasi Sang Bapak Pendidikan Indonesia, dalam berjuang lewat jalur pendidikan bagi para generasi muda kala itu, yang sampai sekarang ajaran-ajaran beliau tetap relevan diterapkan dalam era kemerdekaan bahkan di era abad 21 ini. Mari kita teladani jejak literasi Sang Bapak Pendidikan kita demi terwujudnya generasi negeri yang beriman, bertakwa , dan berbudi pekerti dan senantiasa menginspirasi.
SYAIR 2 MEI DI TENGAH PANDEMI
Semoga kita bisa menerapkan ajaran beliau untuk mnjdi pendidik yang mampu membawa perubahan agar pendidikan semakin maju sesuai tuntutan jaman.
BalasHapusamin mbk atik
Hapus